PELAWAK kondang Leysus yang memiliki nama asli
Winarso, meninggal dunia awal Januari lalu di usia
relatif muda, 43 tahun. Kematiannya bukan saja
meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan dunia
lawak Indonesia, tetapi juga menyisakan tanda tanya
mengenai penyebab kematiannya.
Mula-mula ia dikabarkan sakit gigi biasa. Ditambalkan
malah bengkak. Dibawa lagi ke dokter gigi, disarankan
minum obat. Rasa sakit agak reda sebentar,
tetapi bengkaknya semakin besar. Karena sudah
kumat-kumatan, keluarga tidak terlalu cemas dengan
sakit gigi Leysus. Sampai kemudian muncul gejala
aneh: tiba-tiba Leysus merasakan lunglai pada sebelah
kaki dan tangannya. Bicaranya cedal. Ia terkena gejala
stroke.
Kepada beberapa media infotainment dan media cetak,
keluarga Leysus menuturkan bahwa semua itu berawal
dari sakit gigi. Hal tersebut diperkuat oleh
pernyataan seorang dokter yang merawat Leysus, bahwa
pelawak asal
Malang ini mengidap kanker otak yang sudah menyebar
(metastase), dipicu oleh giginya yang terinfeksi.
Tentu saja kasus kematian Leysus yang berawal dari
tambalan gigi, menimbulkan kekhawatiran pada sebagian
masyarakat. Benarkah infeksi gigi bisa menyebar ke
organ-organ vital tubuh? Benarkah stroke dapat
bersumber dari gigi yang bermasalah? Bagaimana duduk
perkaranya?
Teori Focal Infeksi
Jawaban atas pertanyaan di atas, bisa dirunut dari
teori focal infeksi yang banyak mendapat perhatian
selama abad 19 dan awal abad 20. Teori ini menyebutkan
bahwa infeksi di rongga mulut bertanggungjawab atas
inisiasi dan progresi berbagai penyakit inflamasi
seperti radang sendi, tukak lambung, dan radang usus
buntu.
Kemajuan dalam klasifikasi dan identifikasi kuman
bakteri rongga mulut dan bidang imunologi, semakin
meyakinkan adanya peran penting infeksi gigi
terhadap berbagai penyakit sistemik seperti penyakit
jantung dan pembuluh darah, penyakit paru, penyakit
gula, stroke, kanker, dsb. Juga menjadi semakin jelas
bahwa gigi dan rongga mulut dapat menjadi tempat asal
bagi desiminasi mikroorganisme penyebab penyakit ke
bagian tubuh lain.
Sejumlah studi epidemiologis mengusulkan bahwa infeksi
rongga mulut, khususnya radang gusi (gingivitis) dan
jaringan pendukung gigi(periodontitis) merupakan suatu
faktor risiko bagi penyakit sistemik.
Jumlah bakteri di rongga mulut mencapai ratusan juta.
Xiajing Li dkk (2000) mencatat lebih dari 1011 bakteri
dalam setiap miligram plak gigi. Plak adalah semacam
lendir yang senantiasa menempel pada permukaan gigi.
Memang tidak semua bakteri rongga mulut membahayakan.
Sebagian besar justru dibutuhkan sebagai flora normal
mulut. Bakteri yang potensial menimbulkan penyakit
gigi, dan banyak pula dijumpai pada penyakit sistemik
yaitu golongan bakteri anaerob gram negatif. Antara
lain, P. Gingivalis, B. Intermedius, dan A.
Actinomycetemcommitans. Bakteri-bakteri ini dominan
pada radang gusi dan radang sekitar ujung akar gigi
sampai terjadi bengkak bernanah abses) seperti dialami
almarhum Leysus.
Penyebaran Lewat Darah
Bakteri rongga mulut dapat menyebar melalui aliran
darah, disebut bakteriemia. Yang menyebar bisa bakteri
itu sendiri maupun racun yang dihasilkannya
(endotoxin/exotoxin).
Beberapa penelitian mengenai bakteriemia ini layak
disimak. Bakteriemia diamati pada 100% pasien setelah
cabut gigi, 70% setelah pembersihan karang gigi, pada
55% setelah pembedahan gigi geraham bungsu, 20%
setelah perawatan akar gigi, dan 55% setelah operasi
amandel.
Penelitian melibatkan 735 anak-anak yang menjalani
perawatan gigi busuk, menemukan 9% anak-anak mengalami
bakteriemia. Penelitian lain menunjukkan penyebaran
bakteri setelah perawatan akar gigi. Dan, kurang dari
1 menit setelah prosedur rongga mulut, kuman dari gigi
yang terinfeksi telah mencapai jantung, paru, dan
sistem kapiler darah tepi.
Pada kondisi kesehatan mulut normal, hanya sejumlah
kecil bakteri fakultatif dan tidak membahayakan masuk
ke dalam aliran darah. Namun, pada kondisi kebersihan
mulut jelek, jumlah bakteri pada permukaan gigi
meningkat 2-10 kali lipat. Sehingga peluang terjadinya
bakteriemia juga lebih besar. Kecuali lewat
bakteriemia, adanya rangkaian reaksi imunologis yang
dipicu oleh infeksi di rongga mulut, merupakan
penjelasan lain mengapa problem gigi dapat merambat ke
penyakit-penyakit serius sampai berujung kematian
seperti almarhum Leysus.
Gigi dan gusi sebetulnya tidak melekat erat, melainkan
ada celah sekitar 2 mm disebut kantung gusi (sulcus
gingiva). Daerah inilah yang paling rentan terjadi
infeksi bakteri dan peradangan, sehingga timbul
penyakit periodontal. Tanda-tandanya: gusi memerah,
bengkak, mudah berdarah, mungkin disertai kegoyahan
gigi.
Grossi dan Genco (1998) mengemukakan 17 macam penyakit
sistemik yang berhubungan langsung dengan penyakit
periodontal, termasuk penyakit gula, jantung, kanker
dan stroke. Beberapa penelitian retrospektif
membuktikan, pasien penyakit jantung, stroke, DM,
umumnya kebersihan mulutnya lebih jelek dibading
pasien normal. Dari uraian di atas dapat disimpulkan,
bahwa gigi dan mulut bisa menjadi pemicu dan
memperparah berbagai penyakit sistemik.
Menjaga kesehatan gigi dan mulut sangat penting bukan
saja untuk mencegah penyakit oral, melainkan juga
untuk memelihara kesehatan umum yang baik. Kematian
pelawak kondang Leysus, hendaknya menjadi cermin bagi
kita semua supaya lebih care dalam 'menjaga mulut' dan
seisinya.
*) Drg. Ahmad Syaify, SpPerio, Dosen FKG UGM dan
mahasiswa S3 Pascasarjana UGM.
Monday, January 14, 2008
Kesehatan Gigi - (Berkaca Pada Kasus Leysus)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment